Oleh : Ali Amril
– Aktivis Gerakan Filantropi Dunia Islam
– Chairman AKSI (Aliansi Kemanusiaan Indonesia)
Kita tak selalu harus menciptakan gemuruh taufan untuk mengguncang dunia. Kadang, dentuman-dentuman kecil seperti Madleen-lah yang bisa menyalakan gelombang berikutnya.
Taufan dan Dentuman yang Menggetarkan Sejarah
Perjuangan keberpihakan pada Palestina tak selalu harus diciptakan dalam rupa taufan yang mengguncang dunia. Kadang, ia hadir dari dentuman-dentuman kecil, sunyi, lambat, tapi terus menghantam tepi sejarah. Taufan Al-Aqsha adalah ledakan besar yang membangunkan dunia dari tidur panjangnya kala. Itu. Tapi Madleen? Ia adalah dentuman kecil yang bisa jadi akan menjelma menjadi gema, kapal mungil yang menyulut gelombang solidaritas baru dari tengah laut.
Kita tak harus menciptakan gemuruh taufan dan menunggu badai untuk mengguncang nurani dunia. Justru dari dentuman-dentuman kecil yang kita ciptakan, di komunitas, di kantor, di ruang kelas, di layar ponsel, di jalanan kota, di doa dan karya, suara kemerdekaan Palestina bisa terus hidup, menjalar, membesar, hingga menjadi gemuruh yang tak bisa lagi dibungkam.
Dunia Masih Retak, dan Suara Dentuman Sedang Mengalir Deras dari Celahnya
Hari ini, dunia masih retak di banyak titik, dan dari setiap retakan itu, mengalir deras dentuman dari celahnya. Di Italia, unjuk rasa jalanan kembali memenuhi kota-kota utama dengan massa yang bukan main jumlahnya dari beragam etnis dan agama. Di Prancis dan Irlandia, desakan pengakuan atas kemerdekaan Palestina bukan lagi sekadar sikap diplomatik, tapi ledakan moral yang merambat dari gedung parlemen ke hati rakyat.
Dalam konser-konser musik internasional, para musisi besar, dari Amerika hingga Korea, juga mengalirkan dentumannya. Di lapangan sepakbola, bendera Palestina dikibarkan sebagai bentuk deklarasi dan simbol keberpihakan nurani. Di layar-layar besar stadion, di lengan pemain, bahkan dalam selebrasi gol, dentuman-dentuman itu terus mengalir deras, tak lagi bisa dihentikan.
Bayangkan! Dari miliaran manusia di dunia, hanya satu-dua orang yang benar-benar berani menembus blokade Gaza dengan kapal kecil bernama Madleen. Sebuah tindakan kecil, tapi mengguncang peta keberanian global.
Dan kini, Madleen berlayar. Dihadang? Ya, Tapi gelombang ledakannya akan jauh lebih sulit dibendung.
Dentuman-dentuman Kecil yang Menyalakan Perlawanan
Kita sedang berada dalam fase “dentuman-dentuman kecil” yang tak bisa dipandang sebelah mata. Setiap video pendek, mural di dinding kota, puisi yang viral, atau sekadar tulisan tangan di poster demonstrasi, semua itu adalah bentuk nyata dari sebuah perlawanan. Bentuk pernyataan: bahwa dunia tak boleh lagi diam atas ketidawarasan global ini.
Tak semua orang berhak mengangkat senjata, tapi semua orang sangat berhak mengangkat suara. Dan suara itu kini punya banyak wujud: tulisan, desain, panggung, forum, mimbar, film, bahkan obrolan warkop. Di mana pun, kapan pun, dan dengan cara apa pun, kita HARUS memilih untuk TIDAK diam.
Tak Perlu Tunggu Panggung, Namun Ciptakanlah dan Jadilah Panggung Itu Sendiri.
Jangan tunggu panggung besar. Ciptakan panggung kita sendiri.
Jangan tunggu gemuruh besar. Jadilah dentuman-dentuman kecil yang memecah sunyi.
Jangan tunggu poster yang viral. Tulis kata-kata kita sendiri, rekam suara kita sendiri.
Karena bisa jadi dentuman kecil yang kita ciptakan, akan menjadi madleen-madleen berikutnya, bahkan bisa menjadi taufan-taufan berikutnya. Dan dari sini, sejarah bisa berubah arah.
Setelah Madleen, Siapa Lagi?
Palestina butuh lebih dari sekedar simpati. Ia butuh suara-suara yang tak pernah padam.
Maka terus bersuaralah. Sekuat yang kita bisa, sekreatif yang kita bisa ciptakan.
Karena setelah Taufan Al-Aqsha, telah terbit Madleen.
Dan setelah Madleen? Mungkin giliran kita !
Habis “Taufan Al-Aqsha”, Terbitlah “Madleen”