oleh: Rahma Annisa
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Tidar
Jobuzo – Belakangan ini, sistem pembelajaran hybrid atau pembelajaran campuran antara kuliah tatap muka secara langsung dan juga daring masih dijalankan dalam berapa mata kuliah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Tidar. Padahal masa pandemi sudah terlewat. Namun mengapa tetep dipakai? Jawabannya sangat sederhana, karena pembelajaran hybrid ini dianggap fleksibel, lebih hemat waktu, dan juga cenderung cocok dengan perkembangan teknologi pada zaman sekarang yang semakin pesat.
Namun, pertanyaannya “Apakah pembelajaran hybrid ini merupakan Solusi yang benar-benar baik untuk jangka panjang? Atau malah akan membawa tantangan baru, khususnya dalam lingkungan PBSI yang banyak mengandalkan praktik dan juga interaksi secara langsung?”.
Sebagai mahasiswa PBSI, kita bukan hanya belajar teori seperti teori linguistic ataupun sejarah sastra. Kita juga dituntut untuk menguasai keterampilan praktik, seperti membaca puisi, bermain drama, menulis karya kreatif, dan juga latihan mengajar. Dalam konteks ini pembelajaran secara daring kadang terasa kurang efektif. Praktik yang seharusnya mengandalkan ekspresi, suara, dan juga respon langsung menjadi terasa datar saat dilakukan lewat layar.
Tetapi, kita tentu saja tidak bisa menutup mata terhadap manfaat pembelajaran hybrid. Bagi mahasiswa yang sedang sakit, mengalami kendala transportasi, ataupun memiliki tempat tinggal yang jauh dari kampus, pembelajaran online ini merupakan alternatif yang sangat membantu. Kita tetap data mengikuti alur perkuliahan dirumah. Dosen juga lebih kreatif dalam menyampaikan pembelajaran, seperti menggunakan video pembelajaran, forum untuk diskusi online, serta juga platform digital untuk tugas-tugas yang interaktif.
Namun, tantangan teknis memang masih terasa sangat nyata.Tidak semua mahasiswa memiliki jaringan internet yang sabil dan juga perangkat yang memadai. Di PBSI sendiri, masih banyak teman yang berjuang dengan sinyal yang tidsk stabil dataupun kouta yang terbatas. Hal ini pasti akan mempengaruhi konsentrasi dan juga kenyamanan saat pembelajaran.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran hybrid. Tidak sedikit mahasiswa yang mengikuti kelas secara daring tanpa menyalakan kamera, tidak bertanya, bahkan tidak mengikuti diskusi. Pada akhirya, kuliahhanya menjadi satu arah saja. Dosen pun harus kejja ekstra untuk menyiapkan dua versi pembelajaran dan juga memastikan semuanya bisa dapat dipahami, baik mahasiswa yang hadirsecara langsung ataupun online.
Melihat situasi seperti ini, program studi perlu melakukan evaluasi menyeluruh. Harus disediakan panduan teknis yang jelas untuk pelaksanaan pembelajaran hybrid, disesuaikan dengan jenis mata kuliah. Mata kuliah praktik seperti Micro Teaching, Pembelajaran Puisi, atau Kajian Drama alangkah baiknya tetap dilakukan secara luring agar interaksi dan pengalaman langsung tetap terasa. Sementara untuk mata kuliah teori seperti fonologi atau Sejarah Sastra, metode pembelajaran hybrid masih bisa dijalankan dengan catatan strategi penyampaiannya tepat.
Tidak kalah penting, dosen dan juga mahasiswa perlu untuk menjalankan pelatihan yang berguna untuk meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran. Mahasiswa harus diberikan edukasi soal etika dalam kuliah secara daring seperti, aktifdalam berdiskusi, berpakaian dengan sopan, dan juga menyalakan kamera jika keadaan memungkinkan. Ini penting agar pembelajaran akan berjalan secara serius dan juga menyenangkan.
Pada akhirnya, system pembelajaran secara hybrid ini hanyalah sebuah metode. Metode ini akan menjadi Solusi modern yang akan mendukung proses pembelajaran di PBSI asal dijalankan dengan baik, tepat, bijak, dan juga disesuaikan dengan kebutuhan setiap mata kuliah. Jika tidak, system ini dapat berubah menjadi sebuah tantangan yang akan menghambat perkembangan kompetens mahasiswa secara menyeluruh.
Kelas Hybrid di PBSI: Solusi Fleksibel atau Tantangan Baru?