Jobuzo – Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) Google 2025 menunjukkan bahwa penggunaan listrik untuk pusat data Google meningkat lebih dari dua kali lipat hanya dalam empat tahun.
Di tahun 2024, pusat data Google menggunakan 30,8 juta megawatt-jam listrik. Angka tersebut naik 14,4 juta megawatt-jam dibandingkan tahun 2020.
Kenaikan penggunaan energi ini tentunya menghadirkan tantangan tersendiri bagi Google.Padahal, Google telah berjanji untuk menggunakan sumber listrik bebas karbon untuk mendukung sistem operasi mereka.
Namun, dapat dilihat jika kebutuhan listrik mereka sendiri melonjak sangat cepat, terutama akibat pertumbuhan pesat pusat data yang menjadi tulang punggung layanan digital.
Baca Juga :
Kendati demikian, Google terus berinovasi di sektor energi untuk menjawab tantangan tersebut. Google terus berupaya mempertahankan janji keberlanjutan di tengah lonjakan permintaan daya komputasi.
Sepanjang 2024, Google berhasil mengurangi emisi energi dari pusat data sebesar 12 persen meski beban energinya terus meningkat. Hal ini dapat dicapai lewat kombinasi strategi efisiensi energi, pemanfaatan perangkat keras hemat daya seperti TPU generasi ketujuh Google Ironwood, serta ekspansi energi bersih.
Atas segala usahanya, Google pun sering mendapat pujian karena menjadi yang terdepan dalam efisiensi pusat data. Sejauh ini, Google sendiri sudah mencapai PUE yang baik.
Tahun lalu, PUE keseluruhan Google turun menjadi 1,09. Ini berarti untuk setiap 1,09 unit listrik yang masuk, 1 unitnya digunakan untuk komputasi, dan hanya 0,09 unit yang terbuang
Namun masalahnya, PUE Google hanya membaik 0,01 dari tahun 2023 ke 2024 (dari 1,10 menjadi 1,09). Dan bahkan jika dibandingkan satu dekade lalu, peningkatannya hanya 0,02 (dari 1,11 menjadi 1,09)
Sebenarnya, jelas bahwa Google membutuhkan lebih banyak listrik. Oleh karenanya, untuk memenuhi janji bebas karbon, perusahaan kemudian berinvestasi besar dalam berbagai sumber energi—termasuk panas bumi, tenaga nuklir, dan sumber energi terbarukan.
Baca Juga :

Salah satu langkah yang diambil Google adalah dengan mulai berinvestasi pada startup seperti Fervo Energy. Startup ini memanfaatkan panas Bumi untuk mengembangkan pembangkit listrik geothermal yang mampu menghasilkan listrik tanpa terpengaruh oleh kondisi cuaca.
Sejak tahun lalu, Google juga telah mengumumkan sebuah investasi senilai $20 miliar atau sekitar Rp326 triliun kepada Intersect Power dan TPG Rise Climate untuk membangun pembangkit listrik bebas karbon.
Kemudian, pada Januari 2025, Google mengumumkan kesepakatan untuk 700 megawatt (MW) tenaga surya di Oklahoma. Disusul pada Mei, perusahaan tersebut kembali membeli 600 MW kapasitas tenaga surya di South Carolina.
Baru-baru ini, di bidang fusi nuklir Google mengumumkan akan berinvestasi di Commonwealth Fusion Systems dan membeli 200 megawatt listrik dari pembangkit listrik Arc yang akan datang. Rencananya akan dijadwalkan beroperasi pada awal tahun 2030-an.
Sementara di bidang fisi nuklir, Google telah berjanji untuk membeli 500 megawatt listrik dari Kairos Power. Semua investasi ini dilakukan Google demi mewujudkan tujuan mereka menggunakan sumber listrik bebas karbon untuk operasi pusat data.
Konsumsi Listrik Terus Naik, Google Konsisten Gunakan Energi Bersih